Monday, August 20, 2007

Program in Teunom


Apa Arti Sebuah Angka?

Di Teunom, Sebuah Angka Bermakna Rumah

Sebelum pulang ke Jerman usai menjalani misi sebagai relawan Tanggap Darurat di Teunom, Aceh Jaya, arsitek Heike Kemper (32) bercerita kepada seorang kawan betapa bahagianya kalau ia punya kesempatan membantu membangun desa-desa di Aceh.

Bulan berlalu dan mimpi menjadi nyata. Kini, hampir dua tahun Heike memegang posisi Construction Delegate dan Arsitek di Teunom. Ia mengawasi 150 staf lokal yang dilatih Swiss Contact tentang keahlian mengelas, pertukangan dan keterampilan rekonstruksi lainnya. Ini adalah bentuk bantuan GRC dalam membangun mata pencaharian penduduk Teunom.

Wujud kepemilikan warga terhadap program tercermin dari pertemuan yang selalu diadakan mulai dari tahap penilaian (assessment) sampai rekonstruksi. Warga juga mendiskusikan tahapan program. Di desa Cot Trap, Lueng Gayo, Paya Baro dan Teupin Ara, warga bebas memilih warna gentengnya sebagai identitas masing-masing.

Difasilitasi oleh GRC, warga mendiskusikan berbagai isu yang terkait dengan rekonstruksi. Salah satu rapat yang paling awal diselenggarakan adalah menentukan siapa penerima rumah pertama.

“Pak Samsul Bahri adalah yang pertama kali menerima rumah di tahun 2006, ia tidak punya keluarga dan sepuluh bulan tinggal di gubuk sederhana yang kurang layak huni,” kenang Heike. “Ketika rumah selesai dibangun, kami memaku nomor rumah di dinding. Lalu warga mulai menempati rumahnya. Saya tak akan melupakan Samsul dan mungkin juga rumah terakhir yang akan kami serahkan,” Heike menuturkan.

GRC membangun dua Puskesmas Pembantu di Teunom, sebuah Puskesmas telah direnovasi dan sebuah TK sudah selesai dibangun. Hingga hari ini, 172 rumah telah diserahterimakan kepada masyarakat dan 183 buah rumah sudah 50% selesai. Targetnya adalah, pada akhir tahun 2008, 704 rumah permanen akan siap dihuni 3.520 warga di Teunom.

Wednesday, August 8, 2007

Pengurangan Risiko Berbasis Masyarakat

Pengurangan Risiko Berbasis Masyarakat-Perubahan Iklim

Jakarta Timur dan Jakarta Barat

Warga Jakarta yang tinggal di permukiman kumuh adalah yang paling rentan terhadap bencana dan risiko lainnya. Banjir di awal tahun ini mengakibatkan sekitar 300.000 orang mengungsi. Pembangunan besar-besaran yang diterapkan di sebuah kota yang padat dengan mayoritas warga dari kelas ekonomi rendah, serta kerusakan lingkungan yang kian tinggi menyulitkan keadaan bagi warga tak mampu. Mereka masih pula dihadapkan dengan pentingnya beradaptasi dengan Perubahan Iklim untuk mengurangi risiko.

Perubahan Iklim (CC) tengah berlangsung dan merupakan kenyataan yang menyakitkan bagi masyarakat di kawasan pesisir. Dampak perubahan iklim bervariasi di tiap daerah. Di Jakarta, hal ini tampak dari banjir yang semakin parah. Perubahan pola cuaca, peningkatan permukaan air dan suhu udara datang bersama bertambahnya penyakit tropis seperti malaria, demam berdarah, penyakit kulit, dan diare.

Pada bulan Agustus 2005, PMI memulai kerja sama dengan Pusat Iklim Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (IFRC), Palang Merah Belanda (NLRC), Dutch Rabobank Foundation, dan Achmea serta delegasi IFRC untuk Indonesia dalam adaptasi Perubahan Iklim sebagai fokus Program Pengurangan Risiko Berbasis Masyarakat di dua cabang PMI dan wilayah rawan banjir di Jakarta Barat dan Jakarta Timur, yang memiliki 121.163 penduduk.

Tujuan GRC ialah meningkatkan kapasitas PMI dalam Kesiapsiagaan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana di PMI Pusat, Daerah, dan Cabang. Bantuan yang diberikan berupa pendanaan, pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia, terutama melalui program PMI dalam meningkatkan kapasitas dan memberdayakan masyarakat rentan di wilayah rawan bencana. Bantuan GRC bersama PMI dan para partner diimplementasikan melalui strategi Pengurangan Risiko Bencana, adaptasi Perubahan Iklim, dan microfinance di dalam program ICBRR-CC.

Sejak penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) pada April 2007 oleh PMI dan partner internasionalnya, program ICBRR-CC sedang mulai berjalan. Cabang PMI telah menyelesaikan penilaian rumah tangga, kerentanan dan kapasitas (HVCA) di daerah program. PMI mengadakan assessment mengenai apa yang diperlukan warga dan apa saja akar masalah bencana. Perencanaan program dan keberlangsungannya akan dirancang bersama warga di daerah program.

Penelitian lapangan sedang dilakukan oleh GRC. Cakupannya adalah membangun daya tahan masyarakat dan komunikasi, serta pelajaran yang bisa diambil dari penanganan banjir sebelumnya. Menilai kebutuhan dan komunikasi relawan PMI, warga, dan pemerintahan lokal adalah tujuan utama penelitian ini. Di samping itu, penelitian ini bertujuan untuk berbagi pengalaman dan mendokumentasikan metode partisipatoris dalam pengurangan kerentanan, adaptasi perubahan iklim, dan membangun kapasitas bersama dalam merespons bencana.